Green Press Community 2024: Menggali Literasi Iklim Melalui Seni dan Sejarah Alfred Wallace
Penyelenggaraan Green Press Community (GPC) 2024, yang berlangsung pada 22-23 November di Mbloc Space, Jakarta Selatan, berhasil menghadirkan semangat kolaborasi antara seni, sejarah, dan literasi iklim. Acara ini diselenggarakan oleh Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) bersama Ekuatorial dengan tema “Climate Literacy to Save Earth” dan melibatkan puluhan pelukis serta para pegiat lingkungan.
Kampanye Publik untuk Literasi Iklim
Ketua Umum SIEJ, Joni Aswira Putra, menyampaikan bahwa GPC 2024 bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu perubahan iklim dan pentingnya kelestarian lingkungan. “Pelaksanaan GPC menjadi bagian dari kampanye publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait isu-isu iklim dan lingkungan berkelanjutan,” ungkap Joni dalam siaran persnya.
Acara ini didukung oleh berbagai organisasi internasional dan nasional, termasuk Kedutaan Kerajaan Inggris, Earth Journalism Network (EJN), Burung Indonesia, Climate Networks Center, hingga Pulitzer Center. Dukungan ini menunjukkan komitmen kolektif dalam mengatasi krisis iklim global melalui pendekatan berbasis literasi dan seni.
Seni untuk Merayakan Keanekaragaman Hayati dan Sejarah Alfred Wallace
Salah satu sorotan dalam GPC 2024 adalah lokakarya melukis cat air flora dan fauna, yang digelar dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik Inggris dan Indonesia. Lokakarya ini juga menjadi bagian dari perayaan 200 tahun perjalanan penjelajahan Alfred Wallace, seorang peneliti keanekaragaman hayati asal Inggris yang turut mencetuskan teori evolusi bersama Charles Darwin.
Wallace dikenal atas kontribusinya yang monumental dalam mengidentifikasi Garis Wallace, sebuah zona pembatas antara fauna Asia dan Australasia. Selama ekspedisinya di Indonesia (1854-1862), Wallace menemukan banyak spesies baru, termasuk bunga Raflesia rochussenii di Gunung Gede Pangrango dan Burung Bidadari Halmahera (Semioptera wallacii) di Maluku Utara. Kedua spesies ini menjadi inspirasi karya seni dalam puncak acara GPC.
Taman Nasional Sebagai Pusat Keanekaragaman Hayati
Kegiatan ini juga menggarisbawahi pentingnya kawasan konservasi seperti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat dan Taman Nasional Aketajawe Lolobata di Maluku Utara, yang pernah menjadi lokasi penelitian Wallace. Kepala Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Adi Nurul Hadi, menekankan bahwa kawasan ini memiliki lima spesies unik, termasuk bunga Edelweiss, Saninten, dan Raflesia, yang menjadi simbol penting upaya pelestarian.
Kolaborasi Seni dan Edukasi
GPC 2024 juga menggandeng seniman botani ternama Indonesia, Eunike Nugroho, yang menjadi satu-satunya pelukis cat air asal Indonesia yang meraih medali emas dalam Royal Horticultural Society Botanical Art Show di London, Inggris pada 2023. Eunike memandu 30 peserta dalam melukis flora dan fauna, membangun kesadaran tentang pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia.
Pesan Global untuk Penyelamatan Bumi
Amanda McLoughlin, perwakilan Kedutaan Kerajaan Inggris, menyampaikan bahwa acara ini sejalan dengan program penyelamatan bumi yang mendukung upaya global dalam melestarikan keanekaragaman hayati. “Ini adalah momen untuk merayakan sejarah dan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia serta mendorong usaha pelestarian untuk menyelamatkannya,” ujar Amanda.
Penutup: Sinergi Seni, Sejarah, dan Lingkungan
Green Press Community 2024 bukan hanya sebuah kampanye literasi iklim, tetapi juga platform yang menghubungkan seni, sejarah, dan konservasi alam. Dengan mengangkat perjalanan Alfred Wallace dan keanekaragaman hayati Indonesia, acara ini memberikan perspektif mendalam tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem bumi.
Melalui kolaborasi lintas sektor dan dukungan internasional, GPC 2024 membuktikan bahwa seni dapat menjadi alat yang kuat dalam membangun kesadaran iklim dan mendorong aksi nyata untuk pelestarian lingkungan.
Sumber:
Temukan peta dengan kualitas terbaik untuk gambar peta indonesia lengkap dengan provinsi.
