Berita

Pengembangan Biodiesel dan Tantangan Keberlanjutan: Perlu Kebijakan yang Berimbang

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti pentingnya pendekatan yang hati-hati dalam pengembangan biodiesel di Indonesia. Meskipun biodiesel dapat berkontribusi pada ketahanan energi nasional dan pengurangan emisi karbon, penggunaannya yang berbasis minyak sawit mentah (CPO) menimbulkan potensi risiko lingkungan, terutama terkait deforestasi.

Trade-off dalam Pengembangan Biodiesel

Menurut IESR, meningkatnya permintaan CPO akibat kebijakan mandatori biodiesel, seperti implementasi biodiesel 40 persen (B40) yang dimulai pada Februari 2025, berisiko mendorong pembukaan lahan kelapa sawit baru. Hal ini bisa menyebabkan hilangnya tutupan hutan, merusak ekosistem, dan meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Sebagai solusi, IESR menyarankan diversifikasi bahan baku biodiesel agar tidak hanya bergantung pada minyak sawit. Alternatif seperti minyak jelantah, tanaman penghasil minyak non-pangan, serta alga perlu dikaji lebih lanjut guna mengurangi dampak lingkungan dari kebijakan ini.

Komitmen Indonesia terhadap Keberlanjutan

Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030, yang berarti sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya harus menyerap lebih banyak emisi daripada yang dilepaskan. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menekankan bahwa target ini harus menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan biodiesel dan bioenergi.

Sebagai langkah konkret, Fabby merekomendasikan agar seluruh produksi CPO yang digunakan untuk biodiesel harus memiliki sertifikasi keberlanjutan, seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Hal ini penting untuk memastikan bahwa produksi biodiesel tidak hanya mendukung transisi energi, tetapi juga melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal.

Selain itu, produksi biodiesel harus memenuhi kriteria keberlanjutan berikut:

  • Jejak karbon rendah untuk memastikan bahwa emisi yang dihasilkan lebih kecil daripada bahan bakar fosil.
  • Tidak menyebabkan deforestasi atau merusak ekosistem alami.
  • Melibatkan masyarakat lokal secara adil, dengan menghormati hak mereka atas tanah dan sumber daya.
  • Dikelola secara ekonomis, sehingga tidak membebani anggaran negara atau mengganggu stabilitas pasar.

Harapan terhadap Pemerintahan Baru

IESR mendesak agar dalam 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo, pemerintah memastikan bahwa seluruh rantai pasok biodiesel memenuhi standar keberlanjutan. Langkah ini diperlukan untuk mengurangi dampak lingkungan dan sosial yang bisa muncul dari program mandatori biodiesel.

Meskipun kebijakan biodiesel memiliki potensi besar dalam transisi energi Indonesia, pelaksanaannya harus dilakukan dengan bijaksana. Pendekatan yang mengedepankan keberlanjutan, diversifikasi bahan baku, serta perlindungan hutan dan masyarakat lokal menjadi kunci keberhasilan program ini dalam jangka panjang.

Untuk membaca berita selengkapnya, kunjungi artikel asli di Kompas.com.

Temukan peta dengan kualitas terbaik untuk gambar peta indonesia lengkap dengan provinsi.

Konten Terkait

Back to top button
Data Sydney
Erek erek
Batavia SDK
BUMD ENERGI JAKARTA
JAKPRO