Berita

Kesenjangan Investasi Energi Terbarukan di Negara Berkembang: Tantangan dan Peluang

Menteri Investasi Indonesia sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Rosan Roeslani, menyoroti kesenjangan investasi energi terbarukan global, terutama di negara-negara berkembang. Dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 yang digelar di Jakarta, Rosan menyatakan bahwa negara berkembang menerima porsi investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan negara maju seperti China, Eropa, dan Amerika Serikat (AS). Pada 2023, China menyerap 44 persen dari total investasi energi terbarukan global yang mencapai 623 miliar dolar AS, sementara Eropa dan AS masing-masing mendapatkan 21 persen dan 14 persen. Di sisi lain, Amerika Latin, Afrika, dan sebagian besar Asia (kecuali China) hanya menerima 18 persen dari investasi, meski wilayah-wilayah ini mewakili lebih dari dua pertiga populasi dunia.

Hambatan Investasi di Negara Berkembang

Rosan mengidentifikasi beberapa hambatan yang menyebabkan minimnya investasi energi terbarukan di negara berkembang. Salah satunya adalah kurangnya infrastruktur yang memadai dan besarnya biaya investasi awal yang dibutuhkan, terutama untuk proyek-proyek besar seperti pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) lepas pantai. Selain itu, kekhawatiran tentang penegakan hukum dan fluktuasi mata uang menambah risiko bagi investor.

Meski demikian, Rosan menegaskan bahwa negara berkembang memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Contohnya, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan hingga 3,7 gigawatt (GW), namun yang baru termanfaatkan hanya sekitar 1 persen.

Potensi Besar Energi Terbarukan di Negara Berkembang

Rosan juga menyebutkan bahwa, meskipun menghadapi berbagai tantangan, negara berkembang menawarkan peluang besar untuk investasi energi terbarukan. Wilayah-wilayah ini memiliki sumber daya energi yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal. International Energy Agency (IEA) memproyeksikan bahwa pangsa pembangkit energi terbarukan di Asia Tenggara akan meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 2040.

Selain itu, negara berkembang terus berupaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sehingga investasi asing langsung sangat dibutuhkan untuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Arah Masa Depan: Kolaborasi dan Sistem Energi yang Tangguh

Dalam menghadapi tantangan ini, Rosan mengajak negara-negara berkembang untuk membangun sistem energi yang tangguh dan berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai melalui kolaborasi regional, berbagi praktik terbaik, serta adaptasi terhadap situasi geoekonomi yang dinamis. Rosan juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah dan industri dalam mempercepat transisi energi terbarukan.

Dengan potensi yang besar dan upaya yang terus dilakukan, negara berkembang memiliki kesempatan untuk menjadi pemain utama dalam transisi energi global, asalkan investasi dan dukungan teknologi dapat ditingkatkan.

Sumber:

https://lestari.kompas.com/read/2024/09/05/170000486/investasi-energi-terbarukan-negara-berkembang-terganjal-sederet-hambatan

Temukan peta dengan kualitas terbaik untuk gambar peta indonesia lengkap dengan provinsi.

Konten Terkait

Back to top button
Data Sydney Erek erek