KLH Perkenalkan Konsep Baru Adipura, Kini Ada Predikat Kota Kotor

Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memperkenalkan konsep baru dalam program penghargaan Adipura. Dalam konsep terbaru ini, pemerintah menambahkan dimensi penilaian yang lebih komprehensif dengan memasukkan evaluasi terhadap pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah, dan bahkan memberikan Predikat Kota Kotor sebagai bentuk peringatan bagi daerah dengan kinerja terendah dalam pengelolaan lingkungan.
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, dalam pernyataannya pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah 2025, Minggu (22/6), menyampaikan bahwa hampir 20 persen dari total sampah nasional, atau sekitar 10,8 juta ton, merupakan sampah plastik. Namun, tingkat daur ulang nasional masih tergolong rendah, baru mencapai 22 persen.
“Wilayah Jawa mencatat tingkat daur ulang tertinggi yaitu 31 persen, diikuti oleh Bali-Nusa Tenggara sebesar 22,5 persen dan Sumatera 12 persen. Sementara wilayah Indonesia Timur masih menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah,” ungkap Hanif di Jakarta, Senin (23/6).
Empat Predikat Baru Adipura
Dalam konsep Adipura yang diperbarui, KLH/BPLH tidak lagi semata-mata menilai kebersihan dan estetika kota. Penilaian kini mencakup:
- Kapasitas kelembagaan daerah
- Sistem pemilahan sampah dari sumber
- Kepatuhan terhadap larangan TPA open dumping
Kota-kota yang masih membuang sampah secara terbuka di TPA tidak lagi layak menerima penghargaan Adipura.
Program ini mengklasifikasikan hasil penilaian kota-kota dalam empat predikat utama, yakni:
- Adipura Kencana – Untuk kinerja terbaik.
- Adipura – Untuk capaian tinggi dalam pengelolaan lingkungan.
- Sertifikat Adipura – Untuk kota yang memenuhi kriteria dasar.
- Predikat Kota Kotor – Sebagai peringatan bagi kota dengan pengelolaan lingkungan yang buruk.
“Melalui pendekatan baru ini, Adipura harus menjadi motor penggerak kota-kota Indonesia menuju lingkungan yang bersih, sehat, dan adaptif terhadap tantangan masa depan,” ujar Hanif.
Transformasi Strategis Menuju Kota Berkelanjutan
Revitalisasi Adipura ini disebut sebagai transformasi strategis dalam pengelolaan lingkungan perkotaan. Program ini akan:
- Berbasis data dan teknologi, seperti pemantauan citra satelit dan survei udara.
- Menjadi kewajiban bagi seluruh kabupaten/kota.
- Mendorong tata kelola sampah yang sistematis dan integratif.
Penilaian Adipura terbaru difokuskan pada tiga aspek utama:
- Sistem pengelolaan sampah dan kebersihan – Bobot 50 persen.
- Anggaran dan kebijakan daerah – Bobot 20 persen.
- Kesiapan SDM dan fasilitas pendukung – Bobot 30 persen.
Evaluasi juga mencakup performa operasional TPA, tingkat layanan pengangkutan sampah, dan rasio pengelolaan sampah terhadap kapasitas daerah.
Dorongan Terhadap Pengolahan Sampah Menjadi Energi
Lebih lanjut, Hanif juga mengungkapkan bahwa KLH/BPLH tengah menyusun revisi Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 guna mempercepat pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi (PSEL).
Revisi tersebut diharapkan dapat:
- Memperkuat dukungan pemerintah pusat melalui dana APBN
- Mempercepat perizinan
- Menjamin pembelian listrik hasil pengolahan sampah oleh pemerintah
“Tahun 2029 harus menjadi tonggak tercapainya target pengelolaan sampah 100 persen. Tidak ada lagi waktu untuk menunda. Ini bukan hanya tugas KLH/BPLH, tetapi seluruh elemen bangsa,” tegas Hanif.
Dengan konsep baru ini, penghargaan Adipura tidak hanya menjadi simbol kebersihan, tetapi juga alat kebijakan untuk mendorong perbaikan menyeluruh dalam tata kelola lingkungan kota-kota di Indonesia.
Temukan peta dengan kualitas terbaik untuk gambar peta indonesia lengkap dengan provinsi.