Berita

Upaya Penyerapan Karbon Dioksida Dihadapkan pada Keterbatasan

Isu perubahan iklim semakin mendesak, terutama setelah temuan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang dipublikasikan di Nature pada Rabu, 9 Oktober 2024. Penelitian ini mengungkapkan bahwa jika suhu rata-rata Bumi naik melampaui 1,5 derajat Celsius, upaya penyerapan karbon dioksida di atmosfer, baik melalui metode alami maupun artifisial, tidak akan lagi efektif dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Temuan ini memperingatkan bahwa ambang batas suhu tersebut merupakan titik kritis yang akan mengubah wajah Bumi secara permanen.

Apa Itu Carbon Dioxide Removal (CDR) dan Peranannya?

Carbon Dioxide Removal (CDR) atau metode penyerapan karbon dioksida mencakup berbagai upaya untuk mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer. Pendekatan ini bisa berupa penyerapan alami seperti melalui hutan, lahan gambut, atau alga, maupun melalui teknologi artifisial yang secara langsung menangkap karbon dari udara. CDR dianggap sebagai komponen penting dalam strategi global untuk mencapai emisi nol-bersih, yang bertujuan untuk mengimbangi emisi yang tidak bisa dihindari.

Namun, laporan IPCC ini menyoroti bahwa bahkan dengan semua upaya penyerapan yang telah dilakukan, kenaikan suhu lebih dari 1,5 derajat Celsius akan membuat dampak perubahan iklim tak terhindarkan dan tidak dapat dipulihkan sepenuhnya. Artinya, meskipun kita berhasil mengurangi suhu kembali, kondisi Bumi tidak akan kembali seperti semula.

Dampak Permanen Perubahan Iklim

Penelitian ini menggarisbawahi berbagai dampak permanen dari kenaikan suhu global yang melampaui 1,5 derajat Celsius, mulai dari kenaikan permukaan laut hingga perubahan dalam sirkulasi laut. Carl-Friedrich Schleussner dari International Institute of Applied Systems Analysis di Austria, yang terlibat dalam studi ini, menyatakan bahwa “Bahkan jika Anda telah menurunkan suhu lagi, dunia yang akan kita lihat tidak akan sama.”

Perubahan tersebut akan mengakibatkan mencairnya lapisan es di kutub, menyusutnya lahan gambut, dan lepasnya metana dari permafrost yang mencair—semuanya berkontribusi pada peningkatan gas rumah kaca di atmosfer. Kondisi ini menciptakan siklus umpan balik positif, di mana pemanasan global semakin memperparah dampaknya, membuat upaya penyerapan karbon dioksida menjadi kurang efektif.

Tantangan dalam Meningkatkan Kapasitas CDR

Saat ini, kapasitas penyerapan karbon dioksida global melalui metode CDR diperkirakan mencapai sekitar 2 miliar metrik ton per tahun. Namun, menurut penelitian terpisah yang diterbitkan pada Juni lalu, kapasitas ini perlu ditingkatkan menjadi sekitar 7 hingga 9 miliar ton per tahun untuk mencegah suhu Bumi melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius. Ini menuntut peningkatan signifikan dalam skala upaya CDR, baik melalui reboisasi besar-besaran maupun pengembangan teknologi penyerap karbon.

Namun, tantangan dalam upaya ini sangat besar. Joeri Rogelj dari Imperial College London menjelaskan bahwa tidak mungkin secara praktis mengubah semua area di Bumi menjadi hutan baru demi menyerap karbon dioksida. Teknologi CDR yang ada saat ini juga masih sangat mahal dan sulit diimplementasikan pada skala yang diperlukan. Selain itu, upaya ini berpotensi berbenturan dengan kebutuhan lahan untuk produksi pangan dan perlindungan keanekaragaman hayati.

“Jika kita mulai menggunakan lahan secara eksklusif untuk pengelolaan karbon, ini dapat sangat bertentangan dengan peran penting lahan lainnya, baik itu keanekaragaman hayati maupun produksi pangan,” ujar Rogelj. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan karbon bukanlah satu-satunya solusi dan perlu didukung dengan pengurangan emisi secara signifikan dari berbagai sektor.

Ancaman Kelebihan Emisi: Risiko yang Lebih Besar dari Perkiraan

Laporan IPCC juga menyoroti bahwa risiko yang dihadapi dunia akibat kelebihan emisi jauh lebih besar daripada yang selama ini diperkirakan. Jika suhu terus meningkat melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius, fenomena-fenomena iklim ekstrem seperti kekeringan, badai, dan banjir akan semakin sering terjadi dan berdampak lebih luas. Ketahanan ekosistem juga akan terancam, menyebabkan lebih banyak spesies yang menghadapi risiko kepunahan.

Selain itu, dampak perubahan iklim yang terjadi di wilayah kutub akan memicu lepasnya metana, gas rumah kaca yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida. Jika emisi metana ini tidak terkendali, maka upaya untuk menstabilkan suhu global akan semakin sulit, menciptakan lingkaran setan yang mempercepat laju pemanasan global.

Menghadapi Masa Depan: Apa yang Harus Dilakukan?

Temuan terbaru dari IPCC ini memberikan peringatan yang jelas bahwa dunia tidak bisa lagi bergantung sepenuhnya pada upaya penyerapan karbon untuk menanggulangi perubahan iklim. Langkah-langkah konkret untuk mengurangi emisi dari sumber-sumber utama, seperti sektor energi, transportasi, dan industri, harus segera diambil. Di samping itu, investasi dalam teknologi hijau, peningkatan efisiensi energi, dan transisi ke energi terbarukan perlu dipercepat.

Peran masyarakat juga sangat penting dalam perubahan gaya hidup, seperti mengurangi konsumsi energi, mendukung produk-produk yang ramah lingkungan, dan ikut serta dalam upaya pelestarian alam seperti reboisasi dan rehabilitasi ekosistem. Selain itu, negara-negara harus memperkuat komitmen dalam perjanjian internasional untuk menekan emisi gas rumah kaca, terutama dalam menghadapi tantangan yang dihadapi saat ini.

Kenaikan suhu Bumi yang melampaui 1,5 derajat Celsius adalah ancaman nyata yang akan mengubah ekosistem dan kondisi kehidupan kita. Meskipun metode CDR memiliki peran penting, itu tidak cukup untuk menanggulangi dampak perubahan iklim yang sudah terjadi. Penelitian IPCC ini menekankan bahwa langkah-langkah yang lebih ambisius dalam mengurangi emisi karbon adalah kunci untuk mencegah bencana yang lebih besar. Semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun industri, harus segera bertindak bersama untuk menjaga Bumi tetap layak huni bagi generasi mendatang.

Sumber:

https://lestari.kompas.com/read/2024/10/10/160000186/penerapan-karbon-dioksida-tak-lagi-berguna-jika-suhu-bumi-lampaui-batas

Temukan peta dengan kualitas terbaik untuk gambar peta indonesia lengkap dengan provinsi.

Konten Terkait

Back to top button
Data Sydney Erek erek Batavia SDK