Kelangkaan Elpiji 3 Kg: Gas Bumi dan Kompor Listrik Sebagai Solusi Alternatif

Kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram belakangan ini membuat banyak masyarakat resah. Pasalnya, LPG 3 kg kini tidak lagi bisa dibeli di pengecer biasa akibat kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan pembelian melalui pangkalan atau agen resmi. Kondisi ini memicu keresahan di tengah masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada LPG bersubsidi untuk kebutuhan sehari-hari.
Menanggapi hal ini, Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menawarkan dua alternatif pengganti LPG 3 kg, yaitu jaringan gas bumi (jargas) dan kompor listrik. Menurut Fahmy, dari segi biaya, jargas sebenarnya lebih murah dibandingkan LPG. “LPG mahal karena impor dan subsidi yang besar. Sementara jargas lebih ekonomis,” ujarnya. Selain itu, kompor listrik juga bisa menjadi pilihan, meskipun penggunaannya terbatas pada rumah tangga dengan kapasitas daya listrik di atas 900 volt ampere (VA).
Namun, penyebaran jargas di Indonesia masih terbatas. Berdasarkan data Kementerian ESDM hingga 2023, hanya 703.308 sambungan rumah (SR) yang terpasang jargas. Kendala utama adalah infrastruktur pipa yang belum merata, terutama di daerah yang jauh dari sumber gas bumi. Fahmy menyarankan agar pemerintah memperluas jaringan pipa gas bumi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menjangkau lebih banyak wilayah.
Sementara itu, kompor listrik juga memiliki keterbatasan, terutama bagi rumah tangga dengan daya listrik rendah. Meski demikian, Fahmy menekankan bahwa diversifikasi energi perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada LPG. “Pemerintah bisa memperluas alternatif energi dengan memperpanjang jaringan pipa dan mempromosikan penggunaan kompor listrik,” paparnya.
Fahmy juga mengkritik kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang sempat melarang pengecer menjual LPG 3 kg. Menurutnya, kebijakan tersebut justru menyulitkan masyarakat kecil dan mematikan usaha akar rumput. “Kebijakan ini blunder dan harus menjadi pelajaran. Seharusnya pemerintah lebih mempertimbangkan dampak sosial sebelum mengambil keputusan,” tegasnya.
Sebagai solusi, Fahmy mengusulkan sistem distribusi tertutup untuk LPG bersubsidi. “Subsidi seharusnya diberikan kepada yang berhak, seperti masyarakat miskin, UMKM, dan nelayan. Bukan dengan melarang penjualan yang justru menyulitkan,” tambahnya.
Kini, pemerintah telah mengizinkan kembali penjualan LPG 3 kg di pengecer resmi yang terdaftar di PT Pertamina. Namun, langkah ini diharapkan tidak hanya bersifat sementara, melainkan diikuti dengan upaya serius untuk diversifikasi energi dan peningkatan infrastruktur energi alternatif.
Sumber:
Kompas.com – Elpiji 3 Kg Langka, Gas Bumi Bisa Jadi Alternatif Pengganti?
Temukan peta dengan kualitas terbaik untuk gambar peta indonesia lengkap dengan provinsi.